Sabtu, 10 Desember 2011

Laporan Praktek Lapang Desa Kanreapia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktek Lapang Di era globalisasi sekarang ini perkembangan IPTEK semakin pesat, dimana manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya senantiasa bersandar kepada SDA yang ada. Namun dalam penggunaan dan pemanfaatan SDA tersebut manusia tidak sadar akan adanya masalah lingkungan hidup. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu pesat serta perubahan gaya hidup, maka kebutuhan akan sumber daya alam semakin meningkat pula. Namun dalam pemanfaatan sumber daya alam cenderung di lakukan secara tidak terkontrol sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang banyak terjadi yang sering kita lihat dengan mata kepala kita sendiri yakni pada kerusakan hutan penyebab dari ini adalah karena tempat tersebut akan dijadikan pemukiman maupun lahan untuk bercocok tanam serta kegiatan industri. Karena jumlah penduduk yang semakin tahun semakin banyak maka tidak bisa dihindari lagi bahwa hutan akan semakin sempit hal ini bisa membahayakan daerah tersebut apalagi jika tempat itu rawan hujan maka tidak ada lagi yang menyerap air tersebut sehinggah menyebabkan tanah terkikis. Kerusakan lingkungan yang terjadi dapat ditanggulangi dengan adanya kesadaran masing-masing pada diri manusia bahwasanya mereka diciptakan sebagai pemimpin baik itu sesamanya maupun lingkungan. Penanggulangan kerusakan linkungan sudah dilakukan oleh pemerintah utamanya di propinsi sulawesi selatan. Disamping itu jumlah angka kemiskinan khususnya di Indonesia semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena tidak meratanya mata pencaharian atau terjadi kesenjangan sosial. Angka pengangguran semakin bertambah tiap tahunnya karena sumber mata pencaharian atau peluang kerja yang semakin kecil. Disamping itu karena kualitas masyarakat yang tidak memenuhi untuk bersaing di era globalisasi yang menuntut kepada pendidikan yang tinggi dan mempunyai keterampilan. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan merupakan faktor utama sehingga angka pengangguran sulit untuk ditekan. Maka dari itu jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Makassar sebagai lembaga pendidikan merasa perlu untuk mengkaji dan mencari tahu tantangan pola hidup masyarakat perkotaan, peralihan antara desa dan kota yang nantinya akan dibandingkan dengan pola hidup masyarakat pedesaan, serta mempelajari budaya-budaya yang masih dipegang teguh dan dijalankan oleh mayarakat daerah tersebut guna mendapat jawaban yang pasti akan masalah dan problema di atas sehingga dapat memunculkan solusi yang dapat bermanfaat kedepannya. Untuk membuktikan semua permasalahan-permasalahan di atas serta mengetahui sejauh mana sikap manusia terhadap kondisi tersebut maka kami melakukan praktek lapang di desa Kanreapia, Kecamatan Tombolo’ Pao. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain : Bagaimanakah kondisi sosial masyarakat di desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa? Bagaimanakah kondisi budaya/tradisi di desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa? Apakah keadaan bentang alam mempengaruhi kondisi masyarakat setempat? Seperti apakah pengaruh kondisi alam pada daerah pegunugan terhadap mata pencaharian? Seperti apakah pengaruh kondisi alam pada daerah pegunugan terhadap kondisi perekonomian masyarakat ? Bagaimana bentang alam mempengaruhi rutinitas masyarakat ? C. Tujuan Praktek Lapang Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui kondisi sosial yang ada ditengah-tengah masyarakat di desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Untuk mengetahui kondisi budaya/tradisi yang ada di desa Kanreapia Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Mengetahui pengaruh iklim alam terhadap kondisi masyarakat setempat. Mengetahui pengaruh kondisi alam pada daerah pegunugan terhadap mata pencaharian. Mengetahui pengaruh kondisi alam pada daerah pegunugan terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Mengetahui pengaruh iklim terhadap rutinitas masyarakat. Manfaat Kegiatan Praktek Lapang Berdasarkan tujuan di atas, maka manfaat yang hendak dicapai dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: Bagi mahasiswa sebagai bahan pembelajaran kedepannya bagaimana melakukan sebuah penelitian terutama penelitian yang bersifat kualitatif. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk selajutnya dijadikan bahan evaluasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kehidupan Sosial Masyarakat Dari hari ke hari manusia melaksanakan banyak tindakan interaksi antar individu dalam rangka kehidupan masyarakat. Di antara semua tindakannya yang berpola tadi perlu diadakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakannya menurut pola-pola yang tidak resmi dengan tindakan-tindakanyang dilaksanakannya menurut pola-pola yang resmi. Sistem-sistem yang menjadiwahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi manurut pola-pola resmi, dalam ilmu sosiologi dan antropologi disebut pranata, atau dalam bahasa Inggris institution (Koentjaraningrat, 1981). Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial pada hakikatnya menghasilkan nilai-nilai milik bersama oleh warganya. Untuk memahami keberadaan masyarakat yang perlu memahami nilai-nilai yang dianutnya. Setiap masyarakat mempunyai nilai-nilai sosial yang biasa disebut sistem sosial, berfungsi mengatur tatanan di dalam masyarakat. Menurut Soejito nilai-nilai sosial yang termasuk di dalamnya adalah tata susila dan adat kesopanan. Nilai-nilai sosial merupakan ukuran di dalam menilai tindakan seseorang hubungannya dengan orang lain. Nilai sosial seseorang dapat diperhitungkan oleh orang lain apa yang dilakukan. Jika bertemu dua kelompok masyarakat yang saling tidak mengetahui nilai-nilai sosialnya biasanya tidak saling memperhatikan tindakan yang akan dilakukannya. (Agussalim, 2009). Nilai-nilai sosial menurut Hanneman Samuel (1997) adalah prinsip yang berlaku di suatu masyarakat tentang apa yang baik, benar, dan berharga yang seharusnya dimiliki atau dicapai oleh masyarakat. Nilai-nilai itu berfungsi untuk membimbing seseorang dalam melakukan suatu tindakan sehari-hari. Misalnya seorang anak bertamu ke rumah temannya akan menyapa orang tua temannya dengan sopan, kalau anak mempunyai nilai-nilai tidak akan membuat gaduh dimasyarakat. Eksistensi manusia dapat dilihat dari dua posisi, yaitu: sifat individu dan sosial. Sifat individu misalnya ketertarikan terhadap sistem stabilitas, penguasaan diri, keberanian yang berarti bukan kekuatan hari, bukan kekuatan tubuh. Sedangkan sifat sosial misalnya senang membantu, bekerja sama, kerja sosial,berbuat baik, dan berkorban untuk orang lain. (Agussalim, 2005). Seorang individu adalah perpaduan antara faktor genotipe dan fenotipe. Faktor genotipe adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan ciri dari orang tuanya, kemiripan atau persamaan itu mungkin saja terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya, bisa juga terjadi pada bagian-bagian tubuh tertentu saja. Kita bisa melihat secara fisik bagian tubuh mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang tua kita. Ada bagian tubuh kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula mengenai sifat atau karakter kita ada yang mirip seperti ayah dan ibu. (Elly M. Setiadi dkk, 2007). Manusia dikatakan juga sebagai makhluk sosial karena manusia tidak akan pernah hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Ketika bayi lahir, ia memerlukan pertolongan manusia lainnya. Bayi sama sekali tidak berdaya ketika ia lahir, ia tidak bisa mempertahankan hidupnya tanpa pertolongan orang lain. Berbeda dengan hewan, jerapah misalnya, ketika binatang ini lahir hanya dalam hitungan menit ia sudah bisa berdiri tegak dan berjalan mengikuti induknya. Kenapa hewan bisa mempertahankan hidupnya walaupun tanpa pertolongan hewan lainnya? Karena untuk mempertahankan hidupnya hewan dibekali dengan insting. Insting atau naluri adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, yang diperoleh bukan melalui proses belajar. (Elly M. Setiadi dkk, 2007). Kemajuan teknologi pada kota-kota besar sangat berpengaruh sekali terhadap kehidupan di kota, kemajuan kehidupan di kota-kota besar membawa pengaruh yang sangat cepat terhadap kehidupan di pedesaan. Penduduk di pedesaan ingin mengikuti dan merasakan hasil kemajuan tersebut. Hal ini dalam satu segi membawa pengaruh yang kurang baik, yaitu penduduk pedesaan menjadi konsumtif adanya perubahan kebudayaan yang kurang baik terhadap para muda mudinya. (Elly M. Setiadi dkk, 2007). Seorang ahli antropologi Amerika, R. Naroll, pernah menyusun suatu daftar prinsip-prinsip yang biasanya dipergunakan oleh para ahli antropologi untuk menentukan batas-batas dari masyarakat, bagian suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi yang nyata dari deskripsi etnografi mereka. Dengan beberapa modifikasi oleh J.A. Clifton dalam buku pelajarannya, Introduction to Cultural Antropology. (1968:15), maka daftar itu menjadi seperti apa yang tercantum dibawah ini. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih; Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa; Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah politikal-administratif; Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri; Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang merupakan kesatuan daerah fisik; Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi; Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama; Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dengan lain merata tinggi; Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam. Di dalam masyarakat selalu terbentuk jenjang sosial di pelapisan masyarakat. Pelapisan sosial adalah perbedaan rendah tingginya posisi atau kedudukan seseorang atau kelompok yang terdapat pada masyrakat bersangkutan. Dasar perbedaan rendah dan tingginya kedudukan tersebut sumbernya bermacam-macam. Terjadinya pelapisan sosial disebabkan adanya bermacam-macam perbedaan kemampuan seseorang atau kelompok untuk bersaing dan menduduki ranking teratas di dalam piramida sosial. Perbedaan status itu dapat bersumber dari kekayaan (ekonomi), nilai sosial, dan kekuasaan atau mungkin kecerdasan, keturunan atau faktor kesalehan dalam agama. (Agussalim dkk, 2008). Masyarakat sebagai suatu kolektif manusia yang sangat umum sifatnya, mengandung kesatuan-kesatuan yang lebih khusus sifatnya, tetapi yang belum tentu mempunyai syarat-syarat pengikat yang sama dengan suatu masyarakat. Kesatuan sosial yang tidak mempunyai syarat-syarat pengikat itu adalah kategori sosial atau social category. (Koentjaraningrat, 1981). Masyarakat adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam masyarakat yang modern sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan ³rural community´ dan ³urban community´. Perbedaan antara msyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan pada hakikatnya bersifat garduil. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme. Seseorang dapat mempunyai pendapat bahwa semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi merupakan masyarakat perkotaan. Hal itu kurang benar, karena banyak pula daerah yang berpenduduk padat, tak dapat digolongkan dalam masyarakat perkotaan. (Elly M. Setiadi dkk, 2007). Menurut Elly M. Setiadi (2007), warga masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam daripada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya. Sisitem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar system kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun kita melihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang pembuat gula dan bahkan tukang catut, akan tetapi inti pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja, oleh karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan – pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian, hal itu tidaklah bahwa setiap orng mempunyai tanah. Adapun ciri – ciri masyarakat kota : Kehidupan keagamaan berkuarng bila dibandingkan dengan kehidupan dengan kehidupan agama di desa. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang–orang lain. Pembagian pekerjaan di antara warga–warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas–batas yang nyata. Kemungkinan–kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga–warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut di atas. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotan, menyebabkan bahwa interaksi–interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pada faktor pribadi. Jalan kehidupan yang cepat di kota–kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang diteliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu. Pelapisan sosial terdiri atas kelompok sosial yang memiliki derajat sosial yang berbeda-beda menurut nilai luhur, moralitas, etika dan kehormatan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan masyarakat, pengelompokan ini disebut status sosial. Pengkategorian masyarakat model pelapisan ini juga dipandang dari tiga tingkatan yaitu: tinggi, menengah, dan rendah. Status sosial yang tinggi adalah orang-orang yang dihormati, biasanya memiliki hak istimewa menurut pandangan masyarakat yang ada di bawahnya. Sedangkan golongan rendah adalah golongan kebanyakan, artinya dalam kehidupan masyarakat tidak menentukan apa-apa dalam kehidupan sosial sehari-hari. (Agussalim dkk, 2008) Kehidupan Budaya Masyarakat Dalam ilmu antropologi, yang telah menjadikan berbagai cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi sebagai obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan aspek yang sangat penting. Itulah sebabnya dalam hal memberi pembatasan terhadap konsep “kebudayaan” atau culture itu, artinya dalam hal memberi definisi terhadap konsep “kebudayaan, ilmu antropologi seringkali sangat berbeda dengan berbagai ilmu lainnya. Juga apabila dibandingkan dengan arti yang biasanya diberikan kepada konsep itu dalam bahasa sehari-hari, yaitu arti yang terbatas kepada hal-hal yang indah seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusastraan, dan filsafat, definisi ilmu antropologi jauh lebih luas sifat dan ruang lingkupnya. Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah: keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Koentjaraningrat, 1979) Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin berasal dari kata colera. Colera bararti mangolah, mengerjakan, menyuburkan tanah (bertani). (Elly M. Setiadi dkk, 2007) Mengakar pada kosakata di atas, akan dikutip beberapa konsep dan wawasan kebuyaan dari pendapat para ahli misalnya: Taylor (Munandar, 1998 dan Machfud, 1998) mengungkapkan, “Kebudayaan adalaah seluruh pengetahuan yang kompleks berupa kepercayaan, seni, moral, hokum, adat kebiasaan, dan segala kempuan serta kebiasaan yang diperoleh sebagai anggota masyarakat. Oleh karena pola-pola tindakan dan tingkah laku manusia adalah hasil pelajaran, maka kita mudah dapat mengerti bahwa pola-pola tindakan dapat berubah dengan lebih cepat daripada perubahan bentuk organismenya. Apabila misalnya pola-pola kelakuan dan hidup kolektif serangga lebah serta bentuk sarangnya tidak berubah, sejak ratusan angkatan ia berada di alam bumi ini, maka dengan pola-pola tingkah laku manusia tidaklah demikian halnya. Hanya beberapa tahun yang lalu saja orang Indonesia masih banyak tinggal dalam rumah-rumah besar bagi kelompok kerabatnya yang luas, dan dari musim ke musim menanam padi di ladang atau di sawah sebagai petani. Kini keturunan langsung dari para petani tadi tinggal dalam rumah-rumah gedung dalam kompleks perumahan jawatan atau perusahaan swasta, dan tiap hari hidup di kantor, di perusahaan, atau di pabrik sebagai direktur jendral, menejer, insinyur, atau ahli teknik. Hanya dua-tiga angkatan yang lalu banyak orang Eskimo di daerah pantai Utara Kanada dan Alaska masih berkemah dalam tenda-tenda yang dibuat dari kulit beruang yang dilindungi oleh gumpalan-gumpalan salju keras di sekelilingnya dan di atasnya (igloo), dan yang tiap hari bergerak mengejar binatang-binatang es sebagai pemburu. Keturunan langsung para pemburu itu kini sudah tinggal dalam apartemen-apartemen yang dibuat dari batu dan semen, dengan pengaturan suhu yang otomatis, dalam kompleks-kompleks perumahan pabrik-pabrik makanan ikan kaleng atau kompleks-kompleks perusahaan pusat pemboran minyak di mana mereka bekerja sebagai buruh pabrik atau buruh minyak. (Koentjaraningrat, 1979) Menurut Elly M. Setiadi dkk. (2007), tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil intetraksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Kebudayaan mempunyai keguanaan yang sangat besar bagi manusia. Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alam: Suatu hubungan pedoman antara manusia atau kelompoknya. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain. Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia. Pembeda manusia dan binatang. Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku di dalam pergaulan. Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaiman seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain. Sebagai modal dasar pembangunan. Adanya bermacam-macam wujud kesatuan kolektif manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda-bedakan berbagai macam kesatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakat, ada istilah-istilah khusus untuk menyebut kesatuan-kesatuan khusus yang merupakan unsur-unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok, dan perkumpulan. Keenam istilah sebutan itu beserta konsepnya, syarat-syarat pengikatnya, serta ciri-ciri lainnya, akan kita tinjau secara lebih mendalam di bawah ini. (Koentjaraningrat, 1979) Beberapa ilmuwan seperti Talcott Parson (Sosiolog) dan Al-Kroeber (Antropolog) menganjurkan untuk menggunakan wujud kebudayaan secara tajam sebagai suatu sistem. Dimana wujud kebudayaan itu adalah sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola. Demikian pula J.J. Honigmann dalam bukunya The World of Man (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu: ideas, activities, and artifact. Menurut Koentjaraningrat (1979), kebudayaan itu ada tiga wujudnya, yaitu: Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Sistem budaya merupakan wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia sebagai makhluk berbudaya, dimana manusia itu sama, karean dibekali oleh penciptanya dengan akal, perasaan, dan kehendak dalam jiwanya. Inilah yang membedakan perwujudan budaya menurut keadaan waktu dan tempat, atau perwujudan budaya yang hanya didasarkan pada akal(rasio) semata dengan mengabaikan perasaan, menyebabkan berlainan dengan perwujudan budaya yang didasarkan pada akal, perasaan dan kehendak. Menurut Prof. Sutan Takdir Alisyahbana, apabila budaya ini penekanannya pada akal (mind) akan menimbulkan tingkat peradaban yang berbeda. (Elly M. Setiadi dkk, 2007) Unsur pokok kebudayaan menurut Bronislaw Malinowski, yaitu: Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggotra masyarakat di dalam upaya menguasai alam kelilingnya. Organisasi ekonomi. Alat-alat dan lembaga pendidikan. Organisasi kekuatan Unsur pokok kebudayaan menurut Melville J. Herkovits adalah: Alat teknologi Sistem ekonomi Keluarga Kekuasaan politik Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagan, konsep, serta keyakinan dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lebih lazim disebut dengan adat istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga sistem norma dan dari situlah salah satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia. Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang paling berkaitan satu dengan lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan. Manusia sebagai makhluk berbudaya, dikatakan demikian karena manusia dibekali dengan oleh penciptanya dengan perangkat akal. Perasaan kehendak dan kalbu. Sebagai makhluk berbudaya manusia memerlukan kebutuhan-kebutuhan baik kebutuhan fisik jasmani maupun kebutuhan non fisik. (Elly M. Setiadi dkk, 2007) Menurut Elly M. Setiadi dkk (2007), substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, dalam bentuk atau berupa: Sistem pengetahuan Nilai Pandangan hidup Kepercayaan Persepsi Etos kebudayaan Para sarjana antropologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan Minangkabau, kebudayaan Bali, atau kebudayaan Jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, pada waktu analisa membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut “unsur-unsur kebudayaan universal” atau cultural universal. Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi bersifat universal, jadi unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan dari semua bangsa dimanapun di dunia. Mengenai apa yang disebut cultural universal itu, ada beberapa pandangan yang berbeda diantara para sarjana antropologi. Berbagai pandangan yang berbeda itu serta alasan perbedaannya diuraikan oleh C. Kluckhohn dalam sebuah karangan berjudul Universal Categories of Culture (1953). Dengan mengambil sari dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur kebudayaan universal yang disusun oleh beberapa sarjana antropologi itu, maka saya berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah: Bahasa Sistem pengetahuan Organisasi sosial Sistem peralatan hidup Sistem mata pencaharian hidup Sistem religi Kesenian Menurut Elly M. Setiadi dkk. (2007), beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan lingkungan: Physical Environment, merujuk pada lingkungan natural seperti temperatur, curah hujan, iklim, wilayah geografis, flora, dan fauna. Cultural Social Environment, meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti: norma-norma, adat istiadat, dan nilai-nilai. Environmental Orientation and Representation, mengacu pada persepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarkat mengenai lingkungannya. Environmental Behavior and Process, meliputi bagaimana masyarakat menggunakan lingkungan dalam lingkungan sosial. Out Carries Product, meliputi hasil tindakan manusia seperti membangun rumah, komunitas, kota beserta usaha-usaha manusia dalam memodifikasi lingkungan fisik seperti budaya pertanian dan iklim. Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact, mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi, tetapi semua spaham bahwa konsep itu mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Terbukti bahwa tidak pernah terjadi difusi dari satu unsur kebudayaan. Unsur-unsur itu, seperti termaktub dalam contoh tentang penyebaran mobil tersebut di atas, selalu berpindah-pindah sebagai suatu gabungan atau suatu kompleks yang tidak mudah dipisah-pisahkan. (Koentjaraningrat, 1981) Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada: golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya golongan-golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal itu golongan-golongan minoritas itulah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dan menyesuaikannya dengan kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. (Koentjaraningrat, 1981) Kehidupan Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat Manusia sejak lahir memiliki pengetahuan, ada yang diperoleh secara fitrah (merasa, menangis, makan, minum). Ada pula yang diperoleh melalui proses belajar seperti dipelajari dari lingkungan sosialnya diterima melalui penca inderanya (mendengar, melihat, mencium, merasakan sentuhan-sentuhan, dan sebagainya). Belajar juga dalam arti formal yang melalui lembaga-lembaga pendidikan yang telah dirancang secara berjenjang. (Agussalim dkk, 2008) Menurut Mutahhari (1999:31), pada diri manusia terdapat sejumlah pengetahuan yang sifatnya fitri (diperoleh secara naluri) dan muktasabah (diperoleh dengan usaha). Teori pertama mengatakan: “Di dalam diri manusia mempunyai setumpuk konsep dan gambaran pengetahuan.” Artinya lembaran hati dan otaknya masih bersih dan belum ada catatan apapun, namun unsur-unsurnya sudah ada sejak awal. Sebagaimana teori John Lock yang menganggap manusia lahir dalam keadaan bersih. Seperti bersihnya kertas putih dan lingkunganlah yang menggoresinya. Pendapat ini berdasarkan pada ayat Alquran yang artinya “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (An-Nahl:78). Maksud ayat tersebut manusia lahir dalam keadaan kosong dari pengetahuan, tetapi diberi alat untuk memperolehnya. Seperti diberi pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai titian agar mereka dapat memperoleh pengetahuan. Pendidikan masyarakat adalah suatu gagasan berupa konsep, hasil penelitian dan penerapan pengembangan di masyarakat. Fungsinya adalah untuk membimbing dan meningkatkan pola pikir masyarakat terhadap semua perkembngan dunia yang terjadi saat ini. Dulu, ada sebuah program pemerintah yang banyak diikuti oleh masyarakat keran programnya yang menyenangkan dan bisa memberikan pendidikan secara gratis kepada mereka. Disebut dengan Kelompencapir atau Kelompok Pendengar Pembaca dan Pirsawan. Manfaat bagi masyarakat golongan menengah ke bawah adalah mereka menjadi semakin tinggi tingkat kesadarannya akan berbagai macam hal penting yang terjadi di masyarakat kita. Pola pikirnya menjadi berubah dan semakin terbuka dengan berbagai perubahan dunia. Dengan arti lain, wawasan mereka semakin luas dengan adanya program ini. (AnneAhira.com) Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo (2008) mengatakan masyarakat desa memiliki peluang yang sama dengan masyarakat kota untuk memperoleh pendidikan. Peluang pendidikan dibuka oleh pemerintah sama lebarnya untuk masyarakat desa maupun kota. Bahkan semangat juang masyarakat desa lebih tinggi daripada masyarakat kota. (Depdiknas.go.id) Akibat revitalisasi akses pendidikan, masyarakat desa jadi korban. Di tengah-tengah derasnya serbuan teknologi informasi di bidang pendidikan, menyebabkan akses kepada masyarakat desa makin berjarak. Terbukti dari banyaknya informasi dari pusat yang tak sampai ke akar rumput. (Bayu G. Murti, 2009) Lembaga pendidikan tergolong produsen yang terbesar dari berbagai studi ilmu sosial yang banyak menerapkan melalui Tri dharmanya (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat). Para pendidik memakainya dalam melaksanakan transmisi budaya dalam pelestarian. Prinsip mereka selalu mengikuti tata kerja ilmu-ilmu sosial tertentu, khususnya kejiwaan untuk diterapkannya dalam proses belajar mengajar. Usaha-usaha pengenalan mahasiswa kepada masyarakat, pengembangan kematangan maturites (emosional), lingkungan alam dengan menggunakan berbagai pokok tema yang diambil dari ilmu sosial. Ilmu pengetahuan sosial dan ilmu budaya yang dianut oleh masing-masing masyarkat bersangkutan. Kemudian dilengkapi dengan teori-teori yang diajarkan di sekolah atau ditafsirkan sebagai kumpulan saringan ilmu-ilmu sosial untuk mengajarkan perguruan tinggi. (Agussalim, 2009) Pendidikan sains menekankan pada pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai satu cabang ilmu yang mengkaji sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta dengan cara yang sistematik dan serasi dengan hukum-hukum melandasi peradaban dunia modern. Sains merupakan satu proses untuk mencari dan menemui sesuatu kebenaran malalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat makhluk, untuk menerangkan hukum-hukum alam. (Elly M. Setiadi, 2007) Seni, agama, dan ilmu adalah pengetahuan, masing-masing ilmu ini mempunyai landasan ontologis, epistimologis, dan aksiologis sendiri-sendiri. Ilmu berusaha memahami gejala alam sebagaimana adanya. Hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam dan budaya. Pengetahuan keilmuan merupakan sari penjelasan mengenai alam yang sifatnya umum dan bersifat impersonal. Seni dan budaya bersifat subjektif dan berusaha memberikan makna sepenuhnya mengenai obyek yang diungkapkan. (Agussalim dkk, 2008) Dalam sebuah buku kecil berjudul “The Interest of the Voiceless Far East: Introduction to Oriental Economics”, yang diterbitkan di Leiden pada tahun 1984, versi Indonesia 1983, Boeke menyadarkan kepada kita bahwa dalam berbagai kajian tentang ekonomi, kedudukan peran dan arti desa tradisional hampir-hampir terabaikan, kalupun disinggunf, sejauh desa tradisional itu mulai terlibat atau terkait dalam permasalahan perekonomian kota. Desa tradisional senantiasa hanya dijadikan obyek atau dalam posisi tersubordinasi oleh kota. Padahak, menurut Boeke, bagi masyarakat negara berkembang (developing countries) yang berbasis pada sektor pertanian-agraris, desa tradisional memiliki kedudukan dan telah memainkan arti penting bagi masyarakatnya di dalam memenuhi berbagai kebutuhan ekonomis mereka. Bahkan meskipun pada media abad 20-an gerakan ekonomi perkotaan telah mulai menembus tembok kehidupan ekonomi pedesaan, ternyata desa tradisional tetap mampu mempertahankan prinsip-prinsip, pandangan-pandangan “ekonomi pedesaan”-nya atas dasar kekuatan-kekuatan internal yang dimiliki, yaitu “ekonomi swasembada” yang oleh Boeke diistilahkan sebagai “ekonomi prakapitalis” (pracapitalism economy). Atas dasar prinsip keswasembadaan ini pulalah, ketika berbagai krisis yang melanda berbagai sektor ekonomi perkotaan (produksi, perdagangan, perniagaan, dan lain-lain) ternyata kehidupan perekonomian di desa tradisional seakan tidak terpangaruh dan tetap bergerak sesuai dinamikanya sendiri. Menurut Boeke (1983), desa tradisional merupakan sebuah rumah tangga yang secara ekonomi berdaulat dan mandiri. Desa tradisional juga merupkan sebuah unit produksi bagi pemenuhan kebutuha-kebutuhan konsumtif kalangan kelas menengah dan atas (penguasa, bangsawan, pemilik tanah/modal, dan lain-lain) sementara bagi kalangan bawah, hal itu tidak lain merupakan kewajiban sosial dan ekonomis mereka atas perlindungan dan pimpinan yang diberikan oleh kalangan menengah dan atas dan ini berarti pula sebagai bentuk pengabdian kepada penguasa alam yang Maha Kuasa. BAB III METODE PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANG Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan Praktek Lapang Praktik lapang dilaksanakan pada : Hari / Tanggal : Sabtu – Minggu / 22 – 23 Oktober 2011 Pukul : 07.00 WITA – Selasai Lokasi Praktek Lapangan Tempat dilaksanakannya praktek lapangan di Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo’ Pao Kabupaten Gowa. Dengan pembagian lokasi sebagai berikut : Lokasi I : Pemukiman warga Perumahan Bumi Batara Gowa Lokasi II : Pemukiman warga di sekitar Ex. PT. Kertas Gowa Lokasi III : Pemukiman warga Parang Loe Lokasi IV : Pemukiman warga Desa Kanreapia Lokasi V : Pemukiman warga Air Terjun Takkapala Lokasi VI : Pemukiman warga Pasar Sentral Malino Alasan Pemilihan Lokasi Adapun alasan mengapa kelompok kami mengadakan praktikum pengumpulan data di desa Kenreapia, kecamatan Tinggimoncong, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan adalah daerah ini termasuk daerah yang potensial untuk diteliti karena merupakan daerah yang mempunyai gejala sosial, budaya, dan ekonomi yang menarik. Selain itu, daerah tersebut memiliki komponen-komponen sosial budaya yang dapat memberikan data-data yang dibutuhkan berkaitan dengan mata kuliah ISBD baik dari segi kehidupan sosial maupun dari segi budaya. Alat dan Bahan yang Dipersiapkan Alat: Pulpen/Pensil Papan Pengalas Payung atau jas hujan Kamera Angkutan kota Bahan: Kuesioner Kertas Double Folio Bergaris Susunan Kegiatan di Lapangan Adapun susunan kegiatan praktek lapang yang kami laksanakan adalah sebagai berikut: Persiapan Pembentukan kelompok praktek lapang Penentuan lokasi dan waktu praktek lapang Kegiatan Inti Lokasi pertama, perumahan Bumi Batara Gowa wawancara selama 15 menit dengan 3 responden. Lokasi kedua, pemukiman penduduk disekitar pabrik kertas Gowa di kecamatan Bonto Marannu, kabupaten Gowa wawancara selama 15 menit dengan 3 responden. Lokasi ketiga, masyarakat Malino di kecamatan Parang Loe wawancara selama 10 menit dengan 2 responden, dan kemudian makan siang. Lokasi keempat, pemukiman masyarakat desa Kanreapia. Wawancara sebanyak 12 responden, setelah itu olahraga sore dan kemudian pembuatan laporan sementara (malam hari). Lokasi kelima, kunjungan ke tempat wisata air tejun Takapala, mengamati keindahan paranoma alam Malino. Lokasi keenam, pasar Malino merupakan pasar tradisional Malino, di sana dilakukan pengamatan mengenai kegiatan para pedangan, dan membeli oleh-oleh khas Malino. Kegiatan Pasca Praktek Pembuatan laporan lengkap praktek lapang ISBD Asistensi laporan ISBD Pengumpulan laporan ISBD Teknik Pengumpulan Data Pada praktikum ini dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan : Kuesioner Kuesioner yang dimaksud disini adalah 3 lembar kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada responden. Kemudian diisi dengan berbagai options yang akan dijawab oleh responden. Wawancara Untuk mengisi kuisioner yang telah tersedia maka dilakukan wawancara kepada masyarakat sebagai narasumber. Dokumentasi Dokumentasi disini dalam bentuk foto sebagai bukti bahwa telah melakukan wawancara kepada responden. Observasi Observasi yaitu melakukan wawancara secara langsung, bagaimana responden menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang di berikan.   BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Umum Lokasi Praktek Secara geografis Kabupaten Gowa terletak pada koordinat antara 5o 33’ 6” sampai 5o 34’ 7” Lintang Selatan dan 12o 38’ 6” sampai 12o 33’ 6” Bujur Timur. Kabupaten Gowa terletak di bagian selatan Pulau Sulawesi. Ibukotanya Sungguminasa dengan jarak sekitar 6 km dari ibukota Makassar. Dengan luas wilayah 1.883,33 km atau sama dengan 3,01% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah Kabupaten Gowa terbagi dalam 18 Kecamatan dengan jumlah Desa/Kelurahan definitif sebanyak 167 dan 726 Dusun/Lingkungan. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit, yaitu sekitar 72,26% yang meliputi 9 kecamatan yakni Kecamatan Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolo Pao, Parigi, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Selebihnya 27,74% berupa dataran rendah dengan topografi tanah yang datar meliputi 9 Kecamatan yakni Kecamatan Somba Opu, Bontomarannu, Pattallassang, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bajeng Barat, Bontonompo dan Bontonompo Selatan. Jumlah penduduk Kabupaten Gowa sampai dengan tahun 2005 mecapai 575 295 jiwa yang terdiri atas 283.291 jiwa laki-laki dan 291.882 jiwa perempuan. Secara umum lokasi yang kami kunjungi mempunyai batas-batas wilayah, yaitu sebagai berikut: Sebelah Utara : Kotamadya Makassar dan Kabupaten Maros Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan kabupaten Jeneponto Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng Sebelah Barat : Kota Makassar dan Kabupaten Takalar Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah peta di bawah ini: Gambar 4.1. Peta Lokasi Praktek Lapang Gambaran Umum Kondisi Sosial Ekonomi Kondisi Warga (Rumah Tangga) Lokasi I (Pemukiman warga Perumahan Bumi Batara Gowa) Daerah ini pemukimannya sudah teratur. Rumah penduduknya sudah tergolong pemukiman yang layak. Hal ini terlihat pada pemukiman yang teratur, jalanannya yang beraspal dan juga sampahnya yang sudah berada pada tempatnya. Sehingga kondisi warga pada umumnya sudah baik. Lokasi II (Pemukiman warga Ex. PT. Kertas Gowa) Dilihat dari segi pemukimannya, sudah teratur karena areanya yang termasuk area yang berpenduduk sedang. Rumah penduduk pun sebagian masih tergolong pemukiman yang sudah layak. Di sepanjang jalannya beraspal sehingga alur transportasinya sudah lancar, walaupun terlihat masih ada jalan rusak. Kebersihannya cukup terjamin karena sampah yang berserakan dimana-mana ditampung langsung oleh pemerintah setempat. Kondisi warga pada umumnya cukup menghawatirkan, itu disebabkan sejak di tutupnya PT. Kertas Gowa masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Lokasi III (Pemukiman warga Parang Loe) Pemukiman penduduknya tergolong baru karena pemukimannya itu hasil dari upaya pemerintah dalam membuat bendungan bili-bili dan juga pola pemukimannya sudah menuju ke pola pemukiman yang teratur. Sehingga kondisi warga pada umumnya sudah baik. Lokasi IV (Pemukiman warga Desa Kanreapia) Daerah Kanreapia merupakan daerah pedesaan yang kondisi warganya cukup homogen. Dilihat dari segi pemukiman warga sudah layak dan masing-masing warga sudah cukup akan kebutuhannya. Lokasi V (Pemukiman warga Air Terjun Takapala) Pola pemukimannya menyebar di sekitar air tejun. Pada lokasi ini, terlihat banyak pengunjung yang datang untuk menikmati panorama alam yang indah dengan pemandangan air terjun dalan alam yang hijau. Proses sosialisasi masyarakat setempat dengan pengunjung terbatas hanya pada batas antara pembeli dengan penjual. Penyedia jasa dan konsumen. Jalanannya sudah beraspal sehingga memudahkan arus wisata menjadi lancar. Kebersihannya juga sudah terjamin bersih. Sehingga kondisi warga pada umumnya sudah baik. Lokasi VI (Pemukiman warga Pasar Sentral Malino) Warga yang ada pada Pasar Sentral Malino kondisinya cukup baik, itu disebabkan karena di pasar tersebut masyarakat pada umumnya berbisnis. Mata Pencaharian Lokasi I (Pemukiman warga Perumahan Bumi Batara Gowa) Lokasi ini merupakan daerah perkotaan yang mata pencaharian penduduknya cukup heterogen. Mulai dari Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, hingga Pengusaha. Kondisi masyarakatnya sudah berada pada tahap menengah ke atas dilihat dari penghasilan masyarakat setiap bulannya. Dengan kata lain masyarakatnya sudah terbilang sejahtera karena keadaan ekonomi masyarakat sudah berada pada taraf di atas rata-rata. Lokasi II (Pemukiman warga Ex. PT. Kertas Gowa) Mata pencaharian sebagian besar masyarakat di daerah ini adalah pedagang atau berjualan campuran. Sebenarnya dulu masyarakatnya sebagian besar adalah karyawan di pabrik kertas, akan tetapi sejak pabrik itu di tutup, masyarakat cukup kesulitan dalam memenuhi kebutuhan, sehingga yang hanya dapat mereka lakukan adalah berjualan berhubung mereka juga tidak punya cukup keterampilan dan skill untuk melamar pekerjaan di tempat lain. Dengan kata lain, kita dapat menyimpulkan bahwa kondisi warga di daerah ini masih berada pada tahap menengah ke bawah karena mereka masih merasa kekurangan biaya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Lokasi III (Pemukiman warga Parang Loe) Mata pencaharian penduduk di daerah ini homogen atau mayoritasnya adalah nelayan. Namun, sebagian masyarakat pun ada yang berjualan sebagai sampingan dari pekerjaannya sebagai nelayan. Karena itulah pendapatan mereka sehari – hari tidaklah tetap. Jadi, terkadang mereka cukup kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena tidak sesuainya penghasilan dan pengeluaran mereka. Lokasi IV (Pemukiman Warga Desa Kanreapia) Mata Pencaharian masyarakat pada umumnya adalah petani. Hasil pertaniannya pun cukup beragam, mulai dari kol, bawang merah, sawi, tomat, kol, dll. Adapun hasil pertaniannya itu di jual kepada penadah atau distributor dengan keuntungan yang tidak terlalu besar. Akan tetapi jika panen berhasil, keuntungan bisa sampai berlipat ganda. Namun, mengingat masa panen itu tidak berlangsung setipa bulan, jadi masyarakat sangat merasa kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Lokasi V (Pemukiman warga Air Terjun Takapala) Profesi penduduk sekitar air terjun itu sebagian bertani karena mayoritas penduduknya yaitu berjualan untuk kepentingan wisata. Pola pemukimannya menyebar di sekitar air tejun itu. Pada lokasi ini, terlihat banyak pengunjung yang datang untuk menikmati panorama alam yang indah dengan pemandangan air terjun dalan alam yang hijau. Banyaknya pengunjung yang datang mengunjungi lokasi ini membuat masyarakat setempat tanggap, dan membangun warung-warung makan serta tempat-tempat peristirahatan bagi pengunjung yang datang dari tempat yang jauh setelah menenpuh perjalanan yang lumayan lama dan melelahkan. Lokasi VI (Pemukiman warga Pasar Sentral Malino) Lokasi terakhir adalah Pasar Sentral Malino yang pada umumnya masyarakat berprofesi di bidang bisnis. Hubungan Sosial Budaya Antar Warga Lokasi I (Pemukiman warga Perumahan Bumi Batara Gowa) Hubungan sosial budaya penduduk Bumi Batara Gowa cukup baik, meskipun mereka memiliki kesibukan yang tidak bisa ditoleransi. Hal itu terbukti dengan adanya rasa tenggang rasa yang tinggi antar sesama warga. Budaya pun tetap mereka lestarikan. Mereka senantiasa menjunjung tinggi budaya gotong-royong terutama daam hal menjaga kebersihan. Lokasi II (Pemukiman warga di Ex. PT. Kertas Gowa) Penduduk di daerah ini cukup menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang ada. Hubungan sosial antar warga pun terbilang erat. Jika ada sebuah acara, mereka saling berpartisipasi demi menjaga tali silaturahmi antar sesama. Lokasi III (Pemukiman warga di Jl. Malino Parang) Hubungan sosial budaya di lokasi ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan lokasi sebelumnya. Baik itu hubungan social antar warga maupun nilai budaya masih sangat terjaga dengan baik. Lokasi IV (Pemukiman warga Desa Kanreapia) Pada lokasi ini, hubungan sosial budaya antar warga sangat baik dan sangat erat. Selain karena masyarakat di daerah ini cukup homogeny, mereka juga masih memegang adat-istiadat dari nenek moyang terutam dalam hal kegotong-royongan dan budaya malu. Mereka memiliki rasa kerja sama yang sangat tinggi. Sebagai contoh, jika ada seorang warga yang hendak membangun rumah, maka seluruh warga turut berpartisipasi membantu pembangunan tersebut tanpa upah atau gaji, tidak seperti masyarakat kota pada umumnya. Gambaran Umum Kondisi Fisik Morfologi wilayah Lokasi I (Pemukiman warga Bumi Batara Gowa) Tanah di lokasi ini berbatu / tanah yang berlumpur, akibatnya daerah ini menjadi subur. Tipe geomorfologinya ialah dataran rendah. Di lokasi ini juga menggunakan air tanah dan air PAM. Lokasi II (Pemukiman warga di sekitar Ex. PT. Kertas Gowa) Tanah di daerah ini termasuk daerah yang tanahnya berbatu. Karena termasuk dataran rendah, maka tipe hidrologinya ialah air tanah dan juga di daerah ini menggunakan air Pompa Air Minum (PAM) Lokasi III (Pemukiman warga di Parang Loe) Lokasi ketiga ini beriklim sedang, karena daerahnya yang termasuk daerah perbukitan dan memiliki wilayah tanah yang berbatu. Tipe geomorfologinya yaitu air mata air atau juga air yang berasal dari sungai. Lokasi IV (Pemukiman warga Desa Kanreapia) Daerah ini memiliki iklim yang sangat sejuk sekaligus dingin. Lokasi ini terlihat sejuk, karena daerahnya yang bergunung-gunung, berlembah dan terjal. Daerah ini benar-benar sangat jauh dari polusi udara yang umumnya kita jumpai didaerah perkotaan. Sejauh mata memandang hanya pepohonan rindang dan pegunungan yang nampak jelas. Lokasi V (Pemukiman warga Air Terjun Takapala) Daerah ini memiliki iklim yang sangat dingin, itu disebabkan karena pada daerah ini terdiri dari gunung yang terbentuk oleh bebatuan yang diantaranya terdapat banyak pepohonan sehingga daerah ini sangat indah, di tambah dengan air terjun yang jatuh langsung dari sumber air yang terdapat di atas gunung, sehingga daerah ini juga digunakan sebagai tempat wisata. Lokasi VI (Pemukiman warga Pasar Sentral Malino) Daerah ini memiliki iklim yang sangat sejuk, walaupun seringkali kita merasa panas, disebabkan oleh aktifitas tubuh, dan banyaknya pengunjung di daerah ini. Daerah ini juga merupakan daerah tempat berbelanja bagi para wisatawan. Kemiringan Lereng Pada daerah pertama yang kami kunjungi dapat kami simpulkan bahwasanya kemiringannya tidak signifikan. Lokasi kedua, daerahnya termasuk dataran rendah, maka tipe hidrologinya ialah air tanah yang diperkirakan ± 1 meter dan juga di daerah ini menggunakan air Pompa Air Minum (PAM). Ditinjau dari segi kemiringan lereng desa Kanreapia (atau daerah pusat yang kami teliti) sebagian besar berada pada kemiringan lereng 8 – 40 % atau sebagian besar wilayahnya adalah pegunungan. Lokasi pada kawasan air terjun Takapala terlihat sejuk, karena daerahnya yang bergunung-gunung, berlembah dan terjalnya dengan kemiringan sekitar 80º serta air terjunnya yang sangat indah. Dengan tanah yang berbatuan serta batuannya yang berbongkahan besar-besar. Dan yang terakhir adalah pasar sentral Malino memiliki tipe geologi yang berbatuan dengan tipe geomorfologi berbukit-bukit dengan kemiringan sekitar 20º - 30º. Sumber hidrologinya yaitu berasal dari air PAM. Suhu Daerah Setempat Kelembapan udara di Desa Kanreapia adalah 85% dan terjadi dua kali musim penghujan dalam setahun, itu diakibatkan tingginya suhu pada daerah tersebut. Adapun suhu udara di daerah Kanreapia berkisar antara 18-〖23〗^0C dengan fluktuasi 5^0 C. Gambaran Budaya yang Masuk Secara keseluruhan, keempat lokasi tersebut memiliki kebudayaan yang hampir sama, mulai dari kebiasaan masyarakat dalam mengerjakan sesuatu selalu bergotong-royong hingga adat pernikahan yang secara keseluruhan pelaksanaanya memakai adat Bugis atau Makassar. Hal ini karena mereka berada pada satu kabupaten, yakni Kabupaten Gowa serta sebagian besar penduduknya juga merupakan penduduk asli Sulawesi-Selatan. Adapun pengaruh kebudayaan yang masuk karena adanya masyarakat pendatang tidaklah terlalu dominan karena masyarakat setempat sangat menjaga dan melestarikan budaya yang ada, terutama di daerah Kanreapia. Penduduk setempat sangat kental akan budaya dan seperti penjelasan sebelumnya, kehidupan masyarakat pun masih sangat tradisional. Hasil Setelah kami melaksanakan praktek lapangan yang secara langsung kami datangi ke rumah-rumah warga, maka kami dapatkan informasi dalam bentuk tabel yaitu, sebagai berikut: Jenis Kelamin Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Pria 7 33 Wanita 14 67 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Umur Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Umur Jumlah (orang) Presentase (%) 0 – 4 - 0 5 – 9 - 0 10 – 14 - 0 15 – 19 1 5 20 – 24 3 14 25 – 29 3 14 30 – 34 3 14 35 – 39 5 24 40 – 44 1 5 45 – 49 2 9 50 – 54 1 5 55- 59 2 10 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Pendidikan Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pedidikan Terakhir Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%) Tidak Sekolah 2 9 SD 6 29 SMP 6 29 SMA 4 19 D1 - 0 D2 1 5 D3 - 0 S1 2 9 S2 - 0 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Pekerjaan Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Jumlah (orang) Persentasi (%) PNS 1 5 Security 1 5 Pegawai BUMN 1 5 Petani 7 33 URT 5 24 Guru 3 14 Buruh 2 9 Tidak Bekerja 1 5 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Pendapatan (Gaji) Per Bulan Tabel 4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan (Gaji)Per Bulan Pendapatan (Gaji) Per Bulan Jumlah (orang) Presentasi (%) <1.000.000 7 33 1.000.000 – 2.000.000 10 49 >2.000.000 2 9 Tidak ada 2 9 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Anggota Keluarga yang Menjadi Tanggungan Tabel 4.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Anggota Keluarga yang Menjadi Tanggungan Anggota Keluarga yang Menjadi Tanggungan Jumlah (orang) Presentase (%) 0 – 2 13 62 3 – 5 5 24 6 – 8 3 14 > 8 0 0 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Kegiatan Sosial Tabel 4.7. Karakteristik Responden Berdasarkan Kegiatan Sosial Kegiatan Sosial Jumlah (orang) Presentase (%) Pernikahan 3 14 Kematian 2 9 Gotong Royong 1 5 Kegiatan Keagamaan 1 5 Semua 13 62 Lainnya 1 5 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Organisasi Desa Tabel 4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Organisasi desa yang diikuti Organisasi Desa Jumlah (orang) Presentase (%) PKK 3 14 Karang Taruna 1 5 Remaja Mesjid 3 14 Lainnya 2 9 Tidak Ada 12 58 Total 21 100 Sumber: Hasil olah kuesioner praktek lapang M.K. ISBD di desa Kanreapia, 22 Oktober 2011 Pembahasan Berdasarkan informasi-informasi yang telah dikumpulkan oleh praktikan selama proses pelaksanaan praktek lapangan di Desa Kanreapia yang kemudian disusun secara sistematis dalam bentuk tabulasi, maka penyusun mendeskripsikan hasil observasi tersebut sebagai berikut: Kelompok Umur Responden Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa Madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Harlock, 2004). Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun (Dini Kasdu, dkk, 2001). Umur sangat berpengaruh terhadap profesi seseorang. Seseorang yang berumur 18 tahun ke atas sudah dapat dikatakan produktif dalam memperoleh penghasilan. Adapun berdasarkan tabel yang telah disajikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa di desa Kanreapia ini penduduknya masih didominasi oleh penduduk dengan usia remaja sampai produktif yakni sebesar 68,43% dari jumlah keseluruhan responden yang diwawancarai. Sedangkan penduduk yang sudah memasuki usia lanjut dan tidak produktif lagi yakni sebesar 31,57% dari jumlah responden yang diwawancarai. Pekerjaan responden Pekerjaan merupakan sebuah profesi atau mata pencaharian masyarakat yang dijadikan pokok penghidupan ataupun sesuatu yg dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Setiap manusia memiliki pekerjaan yang berbeda-beda sesuai dengan taraf kemampuan serta bakat yang dimilikinya. Berdasarkan analisis data yang dilakukan praktikan, dapat dilihat bahwa, jenis pekerjaan yang dominan dari responden yang disampel adalah petani yaitu 31,60%, disusul dengan PNS dan wiraswasta yang masing-masing 15,79%, kemudian pedagang dan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 10,52%, dan yang terakhir adalah security dan tukan yang masing-masing sebesar 5,26%. Selain itu, terdapat pula pengangguran sebesar 5,26%. Penyebab utama pekerjaan penduduk mayoritas petani adalah karena desa Kanreapia merupakan daerah agraris yang didukung temperatur, kelembaban, serta kesuburan lahan yang baik. Tingkat pendidikan responden Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Berdasarkan table yang ditampilkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pada masyarakat Kanreapia belum bisa dikatakan memadai, yang ditandai masih kurang responden yang pernah mengenyam pendidikan ditingkat perguruan tinggi yakni hanya sebesar 10,52%. Namun jika kita melihat data yang lain yaitu ada sekitar 89,48% responden yang telah melewati tingkat sekolah dasar, SMP, dan SMA. Sebanyak 36,87% responden yang tamat SD, 21,04% responden yang tamat SMP, dan 31,57 % responden yang tamat SMA. Data tersebut telah dapat menggambarkan tingkat pendidikan di daerah ini belum memadai dan kedepannya sangat diharapkan untuk lebih ditingkatkan lagi. Tingkat pendapatan dan pengeluaran responden Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima oleh masyarakat dalam artian suatu rumah tangga keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Adapun pengeluaran adalah segala sesuatu yang dikeluarkan sebagai akibat dari adanya kebutuhan. Dari data pendapatan responden dapat dilihat bahwa, tingkat pendapatan responden per bulannya cukup tinggi yaitu tingkat penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 hanya sebesar 15,79%, disusul dengan tingkat pengahasilan antara Rp 1.000.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 per bulan yakni sebesar 15,79% dan tingkat pendapatan lebih dari Rp 2.000.000,00 sebesar 68,42%. Namun, jika dilihat dari pengeluaran mereka tiap bulannya, yakni sebesar 68,43% yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp 2.000.000,00; 21,05% yang memiliki pengeluaran antara Rp 1.000.00,00 hingga Rp 2.000.000; dan sebesar 10,52% masyarakat yang memiliki pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000,00. Dari sini kita dapat melihat walaupun penghasilan rata-rata masyarakat cukup tinggi, namun pengeluaran mereka jauh lebih besar daripada penghasilan mereka. Sehingga kita dapat menyimpulkan kalau masyarakat setempat cukup kekurangan dalam hal pemenuhan kebutuhan. Jumlah anggota keluarga/anak responden Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998). Keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adaptasi atau perkawinan (WHO, 1969). Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat (Helvie, 1981). Berdasarkan table yang telah disajikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa 5,20% dari responden yang diwawancari praktikan memiliki anggota keluarga sebanyak kurang dari 3 orang, 47,37% lagi memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-5 orang, dan sisanya 47,37% responden memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 5 orang. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat di daerah ini didominasi oleh keluarga besar dengan jumlah anak cukup banyak sebab mereka belum merealisasikan KB atau program pemerintah dalam menekan pertumbuhan penduduk. Organisasi desa yang sering dilakukan responden Organisasi adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu lingkungan tertentu. Berdasarkan table yang telah disajikan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat cukup aktif dalam organisasi, khususnya kegiatan keagamaan yakni agama Islam, mengingat mayoritas penduduk adalah beragama Islam. Hal itu dapat dilihat dari besarnya presentasi masyarakat yang aktif dalam remaja mesjid, dibandingkan organisasi desa yang lain, seperti PKK, Karang Taruna, dll. Kegiatan sosial yang sering dilakukan responden Kegiatan social merupakan kegiatan yang rutin masyarakat lakukan untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuannya tergantung dari jenis kegiatan sosialnya. Dari data yang diperoleh praktikan selama pelaksanaan praktek lapangan, diperoleh informasi bahwa masyarakat setempat cukup aktif dalam semua kegiatan social yang berlangsung, baik itu pernikahan, kematian, gotong-royong, dan kegiatan keagamaan. Hal ini menggambarkan dengan jelas bahwa hubungan kekerabatan antara penduduk di daerah Kanreapia sangat tinggi. Mereka patut dijadikan panutan oleh generasi saat ini karena mereka memiliki jiwa social yang terbilang tinggi. Strata social yang dimiliki responden Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial antara lain ukuran kekayaan, ukuran kekuasaan dan wewenang, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan. Dari hasil analisis data serta observasi secara langsung, sebagian besar penduduk Kanreapia berada pada strata social menengah ke bawah. Sebanyak 73,68% masyarakat kalangan menengah, sebanyak 21,06% masyarakat kalangan bawah, dan hanya sekitar 5,26% masyarakat kalangan atas. Informasi tambahan yang diperoleh praktikan selama pelaksanaan praktek lapangan ini yakni mengenai unsur-unsur budaya lainnya seperti bahasa, sistem teknologi, agama, organisasi sosial, dan kesenian. Bahasa yang digunakan di daerah ini adalah bahasa Makassar Konjo, dimana terjadi perpaduan antara bahasa Makassar dengan bahasa Konjo. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya proses pembauran masyarakat asli dengan masyarakat pendatang yang ada di daerah ini. Sistem teknologi di daerah ini sudah mulai berkembang, hal ini dibuktikan dengan masyarakat yang sudah mulai menggunakan handphone, televisi, radio, dan peralatan elektronik lainnya. Perkembangan teknologi ini secara erat berkaitan dengan tingkat pengetahuan masyarakat di daerah ini. Di desa Kanreapia sendiri sudah terdapat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas dengan jarak yang cukup jauh dari jantung desa. Hal ini, dirasa penulis cukup memadai karena pendidikan ini tidak menuntut pelajar untuk membayar biaya pendidikan., namun tetap memerlukan peningkatan di berbagai segi. Agama yang dianut oleh masyarakat di daerah ini didominasi oleh agama Islam. Biasanya juga terdapat remaja-remaja mesjid yang bertugas mengurus acara-acara yang sifatnya keagaamaan yang diselenggrakan di masjid. Organisasi sosial lain yang ada di daerah ini adalah PKK dan majelis taklim untuk-ibu-ibu muslimah yang akan mengadakan pengajian rutin Hubungan Kondisi Geografis dengan Keadaan Sosial Masyarakat Kanreapia Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan oleh penulis pada bagian sebelumnya, maka dapatlah dilihat dengan jelas bahwa terdapat hubungan antara kondisi geografis di desa Kanreapia dengan keadaan sosial budaya yang ada di daerah ini. Hubungan ini terlihat jelas pada keadaan lahan yang ada di daerah ini yang berupa daratan-daratan miring namun memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi, sehingga hal tersebut mendorong para penduduk untuk mengolah lahan dengan membuat terasering-terasering. Dengan demikian, terdapatlah banyak penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani. Hubungan lain yang juga sangat tergambar dengan jelas adalah kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan penduduk dengan prinsip gotong-royong yang mencerminkan kekerabatan yang amat tinggi di antara mereka. Hal ini juga dipengaruhi oleh keadaan lahan yang ada, karena banyak daratan-daratan miring maka penduduk hanya akan membangun pemukiman dengan kemiringan yang rendah (landai), dimana pemukiman-pemukiman ini tergolong mepet sehingga jalinan kekerabatan yang baik lebih mudah terbentuk. Air Terjun Takapala dan Pasar Malino Selain dari keempat lokasi yang dipaparkan di atas, penulis juga mengunjungi objek wisata yang ada di Malino yaitu Air Terjun Takapala serta Pasar Malino yang terkenal dengan beragam oleh-oleh khas Malino. Namun karena keterbatasan waktu, penulis hanya melakukan observasi singkat di dua lokasi ini. Lokasi air terjun Takapala memiliki iklim yang sejuk. Lokasi ini terlihat sejuk, karena daerahnya yang bergunung-gunung, berlembah dan terjalnya dengan kemiringan sekitar 80º serta air terjunnya yang sangat indah dengan tanah yang berbatuan serta batuannya yang berbongkahan besar-besar. Profesi penduduk sekitar air terjun itu sebagian bertani karena mayoritas penduduknya yaitu berjualan untuk kepentingan wisata. Pola pemukimannya menyebar di sekitar air tejun itu. Jalanannya sudah beraspal sehingga memudahkan arus wisata menjadi lancar. Kebersihannya juga sudah terjamin bersih. Adapun lokasi terakhir adalah Pasar Sentral Malino memiliki iklim yang tidak kalah sejuknya karena berada di sekitaran Kota Malino yang menandakan adanya hutan pinus yang memberikan iklim yang sejuk. Tipe geologinya berbatuan dengan tipe geomorfologi berbukit-bukit dengan kemiringan sekitar 20º - 30º. Sumber hidrologinya yaitu berasal dari air PAM. Aktifitas masyarakat umumnya berprofesi di bidang bisnis atau berjualan karena beragam oleh-oleh khas Malino tersedia disini. Bahkan tidaklah sah bagi pengunjung yang berwisata ke Malino jika tidak mampir di Pasar Malino. Praktek lapangan yang diadakan di Desa Kanreapia, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Dalam pengenalan lapangan ini, kami para mahasiswa terjung langsung kelokasi tersebut untuk melakukan survei ke masyarakat setempat guna mengetahui keadaan lingkungan, iklim, serta hubungan masyarakat dengan lingkungan yang ada di desa tersebut. Kami berinteraksi langsung dengan masyarakat setepat guna mendapatkan data-data informasi yang berkaitan dengan studi lapangan kami. Jumlah warga yang kami wawancarai sebanyak 21 orang dan hasil yang didapat dari wawancara ini adalah rata-rata pendidikan warga sebagian besar sudah baik, mungkin kesadaran penduduk di sana akan pendidikan sudah baik. Dari wawancara kami juga memperoleh data bahwa penduduk yang tidak tamat SD tidak pandai membaca hanya mampu berhitung saja, dan yang tamat SD sebagian besar sudah pandai membaca dan berhitung. Perbedaan ini tentu saja mempengaruhi tingkat berfikir mereka utamanya dalam pertanian. Data lain yang didapat yakni mengenai pekerjaan dimana rata-rata pekerjaan masyarakat didaerah tersebut bergantung pada alam yaitu mereka bercocok tanam dan hanya sebagian dari masyarakat yang bekerja selain itu misalnya tukan kayu, pedagang, dan guru. Dari hasil bercocok tanam banyak masyarakat yang mengeluh masalah keuntungan yang diperoleh karena harga jual dilapangan tidak sesuai dengan harga yang sesungguhnya, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak yang ditempuh pembeli sehinggah mereka mengurangi harga beli pada petani, selain itu masyarakat juga mengeluh masalah pertanian disebabakan karena kondisi iklim yang merugikan masyarakat utamanya pada musim hujan karena pada musim ini banyak tanaman yang rusak. Kondisi jalan pada daerah bisa dikatakan kurang memadai khususnya pada daerah lorong, namun kata seorang warga bahwa pemerintah selalu memperhatikan jalan ini namun dana tidak memadai dalam perbaikan total, hal yang dilakukan dalam perbaikan jalanan ini hanya bersifat sederhana yakni berupa gotong royong sehinggah jika jalanan bisa dilalui mobil yang berdampak baik pada petani dimana petani tidak membawa lagi hasil cocok tanamnya keluar tetapi pembeli yang masuk langsung kepada petani. Jika dilihat pada lingkungan ladang terlihat sekali pemandangan yang sangat indah dari kondisi lingkungan yang penuh dengan tanaman yang teratur serta sengkedang yang tampak jelas pada lading-ladang petani. Kondisi lingkungan seperti ini sehingga sering orang dari luar masuk untuk melihat daerah tersebut dan ini bisa menjadi dorongan untuk pemerintah agar memperhatikan lingkungan daerah tersebut menjadi lebih baik lagi. Kondisi lingkungan didaerah tersebut masih diperhatikan oleh masyarakat dan juga pemerintah seperti membuat aturan mengenai penebangan liar dan pada aturan itu juga dikatakan bahwa jika mau membuat bangunan dari kayu maka pohon kayu ditanam bertahun tahun sebelum ditebang itupun jika mau menanam pohon harus ada izin dari pemerintah. Daerah ini merupakan daerah yang masyarakatnya sebagian besar bercocok tani. Hal ini menyebabkan hutan dahulu yang lebat sekarang sudah gundul, namun masyarakat mengerti mengenai hal ini sehinggah mereka menanam tanaman berupa rumput-rumput yang berfunsi menyerap air bila musim hujan sehinggah bencana longsor dapat dikendalikan. Dilihat dari kondisi air mereka memperoleh air itu berasal dari sungai yang dialirkan melalui pipa ke masing-masing rumah warga, dan menurut warga air yang didapat itu bersih dan tidak pernah akibat dari air ini masyarakat menjadi sakit seperti pada daerah lain yang airnya tercemar. Hal lain sampah yang dibuang masyarakat umumnya dibuatkan lubang kemudian jika sudah penuh maka akan ditutup, dan ada juga yang langsung membuang dibelakang rumah saja tanpa menggali lubang, kondisi sampah ini sangat membahayakan jika sudah menumpuk karena menghasilkan pencemaran yang menyebabkan timbulnya berbagai macam wabah penyakit. Daerah Kanreapia ini memiliki suhu yang sangat dingin sehinggah banyak masyarakat yang menghentikan aktivitasnya pada sore hari sekitar setengah lima, karena kondisi ini juga kebanyakan dari pohon besarnya adalah pohon pinus dan tanaman yang ditanaman petani berupa tanaman yang tahan terhadap suhu tersebut dan jika dilihat dari segi kebiasaan masyarakat jarang sekali adanya perkumpulan-perkumpulan seperti masyarakat pada umumnya didaerah lain, hal ini mungkin dikarenakan karena suhu yang dingin sehinggah jarang masyarakat yang keluar melakukan hal itu apalagi pada saat malam hari. BAB V PENUTUP Kesimpulan Setelah melakukan praktek lapangan di Desa Kanreapia Kecamatan Tombolopao Kabupaten Gowa maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : Kondisi sosial budaya di Desa Kanreapia, sangatlah menarik untuk diteliti keberadaannya karena memiliki kondisi sosial budaya yang unik yang membedakannya dengan daerah – daerah lain. Pengaruh iklim alam terhadap kondisi masyarakat adalah pada daerah yang kondisi iklim dengan suhu yang dingin maka masyarakat cenderung melakukan aktivitasnya pada jam-jam 7 pagi dan mereka selalu pulang paling lambat jam 5 sore dan menurut pengamatan saya jarang sekali msyarakat berkumpul-kumpul seperti masyarakat pada umumnya dan juga jarang sekali terlihat msyarakat yang keluar malam. Pada daerah pegunungan rata-rata pekerjaan masyarakat adalah bergantung pada alam yakni bercocok tanam dimana mereka jauh dari daerah perkotaan sehinggah jalan satu-satunya untuk mencari nafka adalah bercocok tanam. Pada daerah pegunungan pekerjaan masyarakat rata-rata adalah bercocok tanam sehingga kondisi perekonomian mereka membaik pada saat tertentu yakni pada saat panen tiba dan sebaliknya kondisi perekonomian mereka memburuk jika masih dalam proses pemeliharaan tanaman. Pada daerah pegunungan khususnya pada Kecamatan Tinggimoncong Desa Kanreapia memiliki pendidikan yang cukup baik, karena masyarakat pada umumnya sudah mengerti akan pentingnya pendidikan. Saran Diharapkan agar masyarakat atau pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap keberagaman suku bangsa dan kebudayan yang ada di Indonesia agar keberagaman budaya dapat tetap lestari. Sebaiknya Mahasiswa pada saat praktikum lapangan lebih terampil dalam membuat pertanyaan agar pada saat wawancara lebih banyak informasi yang didapat. Sebaiknya mahasiswa masing-masing memberikan minimal satu pertanyaan pada narasumber pada saat wawancara agar dapat melatih diri dalam hal seperti itu. Sebaiknya asisten lebih memperhatikan mahasiswa bimbingannya agar bisa melakukan praktek lapangan dengan baik. Sebaiknya setelah praktikum lapang, dilakukan evaluasi hasil praktikum agar praktikan memperoleh pengetahuan dan interpretasi yang sama terhadap hasil temuan di lapangan. DAFTAR PUSTAKA Agussalim, A.M., dkk. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Makassar: Anugrah Mandiri. Agussalim dkk. 2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Makassar: Anugrah Mandiri. Ahira. 2008. Ilmu Budaya Dasar. http://www.w4kg3ng.co.cc/2009/10/tinjauan- tentang-ilmu budaya-dasar.html . Diakses pada tanggal 1 November 2011. Makassar. Alyani. 2008. http://www.2dix.com/doc-2011/budaya-lokal-doc.php. Diakses tanggal 1 November 2011. Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru. Leo M. Nur Zakariah, Hasriyanti. 2009. Modul Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNM. Setiadi, Elly M. dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana. Soelaeman M, Munandar. 2008. Ilmu Budaya Dasar. Bandung : Refika Aditama. Soelaeman M, Munandar. 2007. Ilmu Sosial Dasar. Bandung : Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar